1. SEJARAH SINGKAT
Ketela pohon merupakan tanaman pangan berupa
perdu dengan nama lain ubi kayu, singkong atau kasape. Ketela pohon
berasal dari benua Amerika, tepatnya dari negara Brazil. Penyebarannya
hampir ke seluruh dunia, antara lain: Afrika, Madagaskar, India,
Tiongkok. Ketela pohon berkembang di negara-negara yang terkenal wilayah
pertaniannya dan masuk ke Indonesia pada tahun 1852.
2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi tanaman ketela pohon adalah sebagai berikut:
Kingdom
|
: Plantae atau tumbuh-tumbuhan
|
Divisi
|
: Spermatophyta atau tumbuhan berbiji
|
Sub divisi
|
: Angiospermae atau berbiji tertutup
|
Kelas
|
: Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
|
Ordo
|
: Euphorbiales
|
Famili
|
: Euphorbiaceae
|
Genus
|
: Manihot
|
Spesies
|
: Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin.
|
Varietas-varietas ketela pohon unggul yang biasa ditanam, antara lain: Valenca, Mangi, Betawi, Basiorao, Bogor, SPP, Muara, Mentega, Andira 1, Gading, Andira 2, Malang 1, Malang 2, dan Andira 4
3. MANFAAT TANAMAN
Di
Indonesia, ketela pohon menjadi makanan bahan pangan pokok setelah
beras dan jagung. Manfaat daun ketela pohon sebagai bahan sayuran
memiliki protein cukup tinggi, atau untuk keperluan yang lain seperti
bahan obat-obatan. Kayunya bisa digunakan sebagai pagar kebun atau di
desa-desa sering digunakan sebagai kayu bakar untuk memasak. Dengan
perkembangan teknologi, ketela pohon dijadikan bahan dasar pada industri
makanan dan bahan baku industri pakan. Selain itu digunakan pula pada
industri obat-obatan.
4. SENTRA PENANAMAN
Di
dunia ketela pohon merupakan komoditi perdagangan yang potensial.
Negara-negara sentra ketela pohon adalah Thailand dan Suriname.
Sedangkan sentra utama ketela pohon di Indonesia di Jawa Tengah dan Jawa
Timur.
5. SYARAT PETUMBUHAN
5.1. Iklim
a) Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ketela pohon antara 1.500-2.500 mm/tahun.
b)
Suhu udara minimal bagi tumbuhnya ketela kohon sekitar 10 derajat C.
Bila suhunya di bawah 10 derajat C menyebabkan pertumbuhan tanaman
sedikit terhambat, menjadi kerdil karena pertumbuhan bunga yang kurang
sempurna.
c) Kelembaban udara optimal untuk tanaman ketela pohon antara 60-65%.
d)
Sinar matahari yang dibutuhkan bagi tanaman ketela pohon sekitar 10
jam/hari terutama untuk kesuburan daun dan perkembangan umbinya.
5.2. Media Tanam
a)
Tanah yang paling sesuai untuk ketela pohon adalah tanah yang
berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu poros
serta kaya bahan organik. Tanah dengan struktur remah mempunyai tata
udara yang baik, unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Untuk
pertumbuhan tanaman ketela pohon yang lebih baik, tanah harus subur dan
kaya bahan organik baik unsur makro maupun mikronya.
b)
Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ketela pohon adalah jenis aluvial
latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol dan andosol.
c) Derajat
keasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ketela pohon berkisar
antara 4,5-8,0 dengan pH ideal 5,8. Pada umumnya tanah di Indonesia
ber-pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0-5,5, sehingga seringkali
dikatakan cukup netral bagi suburnya tanaman ketela pohon.
5.3. Ketinggian Tempat
Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman ketela pohon antara 10–700 m dpl, sedangkan toleransinya antara 10–1.500 m dpl. Jenis ketela pohon tertentu dapat ditanam pada ketinggian tempat tertentu untuk dapat tumbuh optimal.
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
1. Persyaratan Bibit
Bibit yang baik untuk bertanam ketela pohon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Ketela pohon berasal dari tanaman induk yang cukup tua (10-12 bulan).
b) Ketela pohon harus dengan pertumbuhannya yang normal dan sehat serta seragam.
c) Batangnya telah berkayu dan berdiameter + 2,5 cm lurus.
d) Belum tumbuh tunas-tunas baru.
2. Penyiapan Bibit
Penyiapan bibit ketela pohon meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Bibit berupa stek batang.
b) Sebagai stek pilih batang bagian bawah sampai tengah.
c) Setelah stek terpilih kemudian diikat, masing-masing ikatan berjumlah antara 25–30 batang stek.
d) Semua ikatan stek yang dibutuhkan, kemudian diangkut ke lokasi penanaman.
6.2. Pengolahan Media Tanam
1. Persiapan
Kegiatan yang perlu dilakukan sebelum pengolahan lahan adalah:
Kegiatan yang perlu dilakukan sebelum pengolahan lahan adalah:
a) Pengukuran pH tanah dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus, pH meter dan cairan pH tester.
b)
Penganalisaan jenis tanah pada contoh atau sempel tanah yang akan
ditanami untuk mengetahui ketersediaan unsur hara, kandungan bahan
organik.
c)
Penetapan jadwal/waktu tanam berkaitan erat dengan saat panen. Hal ini
perlu diperhitungkan dengan asumsi waktu tanam bersamaan dengan
tanamanlainnya (tumpang sari), sehingga sekaligus dapat memproduksi
beberapa variasi tanaman yang sejenis.
d)
Luas areal penanaman disesuaikan dengan modal dan kebutuhan setiap
petani ketela pohon. Pengaturan volume produksi penting juga
diperhitungkan karena berkaitan erat dengan perkiraan harga pada saat
panen dan pasar. Apabila pada saat panen nantinya harga akan anjlok
karena di daerah sentra penanaman terjadi panen raya maka volume
produksi diatur seminimal mungkin.
2. Pembukaan dan Pembersihan Lahan
Pembukaan
lahan pada intinya merupakan pembersihan lahan dari segala macam gulma
(tumbuhan pengganggu) dan akar-akar pertanaman sebelumnya. Tujuan
pembersihan lahan untuk memudahkan perakaran tanaman berkembang dan
menghilangkan tumbuhan inang bagi hama dan penyakit yang mungkin ada.
Pembajakan dilakukan dengan hewan ternak, seperti kerbau, sapi, atau pun
dengan mesin traktor. Pencangkulan dilakukan pada sisi-sisi yang sulit
dijangkau, pada tanah tegalan yang arealnya relatif lebih sempit oleh
alat bajak dan alat garu sampai tanah siap untuk ditanami.
3. Pembentukan Bedengan
Bedengan
dibuat pada saat lahan sudah 70% dari tahap penyelesaian. Bedengan atau
pelarikan dilakukan untuk memudahkan penanaman, sesuai dengan ukuran
yang dikehendaki. Pembentukan bedengan/larikan ditujukan untuk
memudahkan dalam pemeliharaan tanaman, seperti pembersihan tanaman liar
maupun sehatnya pertumbuhan tanaman.
4. Pengapuran
Untuk
menaikkan pH tanah, terutama pada lahan yang bersifat sangat
masam/tanah gembut, perlu dilakukan pengapuran. Jenis kapur yang
digunakan adalah kapur kalsit/kaptan (CaCO3). Dosis yang biasa digunakan
untuk pengapuran adalah 1-2,5 ton/ha. Pengapuran diberikan pada waktu
pembajakan atau pada saat pembentukan bedengan kasar bersamaan dengan
pemberian pupuk kandang.
6.3. Teknik Penanaman
1. Penentuan Pola Tanam
Pola
tanaman harus memperhatikan musim dan curah hujan. Pada lahan
tegalan/kering, waktu tanam yang paling baik adalah awal musim hujan
atau setelah penanaman padi. Jarak tanam yang umum digunakan pada pola
monokultur ada beberapa alternatif, yaitu 100 X 100 cm, 100 X 60 cm atau
100 X 40 cm. Bila pola tanam dengan sistem tumpang sari bisa dengan
jarak tanam 150 X 100 cm atau 300 X 150 cm.
2. Cara Penanaman
Cara
penanaman dilakukan dengan meruncingkan ujung bawah stek ketela pohon
kemudian tanamkan sedalam 5-10 cm atau kurang lebih sepertiga bagian
stek tertimbun tanah. Bila tanahnya keras/berat dan berair/lembab, stek
ditanam dangkal saja.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1. Penyiangan
Penyiangan bertujuan untuk membuang semua jenis rumput/ tanaman liar/pengganggu (gulma) yang hidup di sekitar tanaman. Dalam satu musim penanaman minimal dilakukan 2 (dua) kali penyiangan.
Penyiangan bertujuan untuk membuang semua jenis rumput/ tanaman liar/pengganggu (gulma) yang hidup di sekitar tanaman. Dalam satu musim penanaman minimal dilakukan 2 (dua) kali penyiangan.
2. Pembubunan
Cara pembubunan dilakukan dengan menggemburkan tanah di sekitar tanaman dan setelah itu dibuat seperti guludan. Waktu pembubunan dapat bersamaan dengan waktu penyiangan, hal ini dapat menghemat biaya. Apabila tanah sekitar tanaman Ketela pohon terkikis karena hujan atau terkena air siraman sehingga perlu dilakukan pembubunan/di tutup dengan tanah agar akar tidak kelihatan.
Cara pembubunan dilakukan dengan menggemburkan tanah di sekitar tanaman dan setelah itu dibuat seperti guludan. Waktu pembubunan dapat bersamaan dengan waktu penyiangan, hal ini dapat menghemat biaya. Apabila tanah sekitar tanaman Ketela pohon terkikis karena hujan atau terkena air siraman sehingga perlu dilakukan pembubunan/di tutup dengan tanah agar akar tidak kelihatan.
3. Perempalan/Pemangkasan
Pada tanaman Ketela pohon perlu dilakukan pemangkasan/pembuangan tunas karena minimal setiap pohon harus mempunyai cabang 2 atau 3 cabang. Hal ini agar batang pohon tersebut bisa digunakan sebagai bibit lagi di musim tanam mendatang.
Pada tanaman Ketela pohon perlu dilakukan pemangkasan/pembuangan tunas karena minimal setiap pohon harus mempunyai cabang 2 atau 3 cabang. Hal ini agar batang pohon tersebut bisa digunakan sebagai bibit lagi di musim tanam mendatang.
4. Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan sistem pemupukan berimbang antara N, P, K dengan dosis Urea=133–200 kg; TSP=60–100 kg dan KCl=120–200 kg. Pupuk tersebut diberikan pada saat tanam dengan dosis N:P:K= 1/3 : 1 : 1/3 (pemupukan dasar) dan pada saat tanaman berumur 2-3 bulan yaitu sisanya dengan dosis N:P:K= 2/3 : 0 : 2/3.
Pemupukan dilakukan dengan sistem pemupukan berimbang antara N, P, K dengan dosis Urea=133–200 kg; TSP=60–100 kg dan KCl=120–200 kg. Pupuk tersebut diberikan pada saat tanam dengan dosis N:P:K= 1/3 : 1 : 1/3 (pemupukan dasar) dan pada saat tanaman berumur 2-3 bulan yaitu sisanya dengan dosis N:P:K= 2/3 : 0 : 2/3.
5. Pengairan dan Penyiraman
Kondisi
lahan Ketela pohon dari awal tanam sampai umur + 4–5 bulan hendaknya
selalu dalam keadaan lembab, tidak terlalu becek. Pada tanah yang kering
perlu dilakukan penyiraman dan pengairan dari sumber air yang terdekat.
Pengairan dilakukan pada saat musim kering dengan cara menyiram
langsung akan tetapi cara ini dapat merusak tanah. Sistem yang baik
digunakan adalah sistem genangan sehingga air dapat sampai ke daerah
perakaran secara resapan. Pengairan dengan sistem genangan dapat
dilakukan dua minggu sekali dan untuk seterusnya diberikan berdasarkan
kebutuhan.
6. Waktu Penyemprotan Pestisida
Jenis
dan dosis pestisida disesuaikan dengan jenis penyakitnya. Penyemprotan
pestisida paling baik dilakukan pada pagi hari setelah embun hilang atau
pada sore hari. Dosis pestisida disesuaikan dengan serangan hama dan
penyakit, baca dengan baik penggunaan dosis pada label merk obat yang
digunakan. Apabila hama dan penyakit menyerang dengan ganas maka dosis
pestisida harus lebih akan tetapi penggunaannya harus hati-hati karena
serangga yang menguntungkan dapat ikut mati.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
1. Uret (Xylenthropus)
Ciri: berada dalam akar dari tanaman.
Gejala: tanaman mati pada yg usia muda, karena akar batang dan umbi dirusak.
Pengendalian: bersihkan sisa-sisa bahan organik pada saat tanam dan atau mencampur sevin pada saat pengolahan lahan.
Pengendalian: bersihkan sisa-sisa bahan organik pada saat tanam dan atau mencampur sevin pada saat pengolahan lahan.
2. Tungau merah (Tetranychus bimaculatus)
Ciri: menyerang pada permukaan bawah daun dengan menghisap cairan daun tersebut.
Gejala: daun akan menjadi kering.
Pengendalian:menanam varietas toleran dan menyemprotkan air yang banyak.
7.2. Penyakit
1. Bercak daun bakteri
Penyebab: Xanthomonas manihotis atau Cassava Bacterial Blight/CBG .
Gejala: bercak-bercak bersudut pada daun lalu bergerak dan mengakibatkan pada daun kering dan akhirnya mati.
Pengendalian:menanam
varietas yang tahan, memotong atau memusnahkan bagian tanaman yang
sakit, melakukan pergiliran tanaman dan sanitasi kebun
2. Layu bakteri (Pseudomonas solanacearum E.F. Smith)
Ciri: hidup di daun, akar dan batang.
Gejala: daun yang mendadak jadi layu seperti tersiram air panas. Akar, batang dan umbi langsung membusuk.
Pengendalian:
melakukan pergiliran tanaman, menanam varietas yang tahan seperti Adira
1, Adira 2 dan Muara, melakukan pencabutan dan pemusnahan tanaman yang
sakit berat.
3. Bercak daun coklat (Cercospora heningsii)
Penyebab: jcendawan yang hidup di dalam daun.
Gejala: daun bercak-bercak coklat, mengering, lubang-lubang bulat kecil dan jaringan daun mati.
Pengendalian:
melakukan pelebaran jarak tanam, penanaman varietas yang tahan,
pemangkasan pada daun yang sakit serta melakukan sanitasi kebun.
4. Bercak daun konsentris (Phoma phyllostica)
Penyebab: cendawan yang hidup pada daun.
Gejala: adanya bercak kecil dan titik-titik, terutama pada daun muda.
Pengendalian:memperlebar jarak tanam, mengadakan sanitasi kebun dan memangkas bagian tanaman yang sakit .
7.3. Gulma
Sistem
penyiangan/pembersihan secara menyeluruh dan gulmanya dibakar/dikubur
dalam seperti yang dilakukan umumnya para petani Ketela pohon dapat
menekan pertumbuhan gulma. Namun demikian, gulma tetap tumbuh di
parit/got dan lubang penanaman.
Khusus gulma dari golongan teki (Cyperus sp.)
dapat di berantas dengan cara manual dengan penyiangan yang dilakukan
2-3 kali permusim tanam. Penyiangan dilakukan sampai akar tanaman
tercabut. Secara kimiawi dengan penyemprotan herbisida seperti dari
golongan 2,4-D amin dan sulfonil urea. Penyemprotan harus dilakukan
dengan hati-hati.
Sedangkan jenis gulma lainnya adalah rerumputan yang banyak ditemukan di lubang penanaman maupun dalam got/parit. Jenis gulma rerumputan yang sering dijumpai yaitu jenis rumput belulang (Eleusine indica), tuton (Echinochloa colona), rumput grintingan (Cynodon dactilon), rumput pahit (Paspalum distichum), dan rumput sunduk gangsir (digitaria ciliaris). Pembasmian gulma dari golongan rerumputan dilakukan dengan cara manual yaitu penyiangan dan penyemprotan herbisida berspektrum sempit misalnya Rumpas 120 EW dengan konsentrasi 1,0-1,5 ml/liter.
Sedangkan jenis gulma lainnya adalah rerumputan yang banyak ditemukan di lubang penanaman maupun dalam got/parit. Jenis gulma rerumputan yang sering dijumpai yaitu jenis rumput belulang (Eleusine indica), tuton (Echinochloa colona), rumput grintingan (Cynodon dactilon), rumput pahit (Paspalum distichum), dan rumput sunduk gangsir (digitaria ciliaris). Pembasmian gulma dari golongan rerumputan dilakukan dengan cara manual yaitu penyiangan dan penyemprotan herbisida berspektrum sempit misalnya Rumpas 120 EW dengan konsentrasi 1,0-1,5 ml/liter.
8. P A N E N
8.1. Ciri dan Umur Panen
Ketela
pohon dapat dipanen pada saat pertumbuhan daun bawah mulai berkurang.
Warna daun mulai menguning dan banyak yang rontok. Umur panen tanaman
ketela pohon telah mencapai 6–8 bulan untuk varietas Genjah dan 9–12
bulan untuk varietas Dalam.
8.2. Cara Panen
Ketela pohon dipanen dengan cara mencabut batangnya dan umbi yang tertinggal diambil dengan cangkul atau garpu tanah.
9. PASCA PANEN
9.1. Pengumpulan
Hasil panen dikumpulkan di lokasi yang cukup strategis, aman dan mudah dijangkau oleh angkutan.
9.2. Penyortiran dan Penggolongan
Pemilihan atau penyortiran umbi ketela pohon sebenarnya dapat dilakukan
pada saat pencabutan berlangsung. Akan tetapi penyortiran umbi ketela
pohon dapat dilakukan setelah semua pohon dicabut dan ditampung dalam
suatu tempat. Penyortiran dilakukan untuk memilih umbi yang berwarna
bersih terlihat dari kulit umbi yang segar serta yang cacat terutama
terlihat dari ukuran besarnya umbi serta bercak hitam/garis-garis pada
daging umbi.
9.3. Penyimpanan Cara penyimpanan hasil panen umbi ketela pohon dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Buat
lubang di dalam tanah untuk tempat penyimpanan umbi segar ketela pohon
tersebut. Ukuran lubang disesuaikan dengan jumlah umbi yang akan
disimpan.
2. Alasi dasar lubang dengan jerami atau daun-daun, misalnya dengan daun nangka atau daun ketela pohon itu sendiri.
3. Masukkan
umbi ketela pohon secara tersusun dan teratur secara berlapis kemudian
masing-masing lapisan tutup dengan daun-daunan segar tersebut di atas
atau jerami.
4. Terakhir
timbun lubang berisi umbi ketela pohon tersebut sampai lubang permukaan
tertutup berbentuk cembung, dan sistem penyimpanan seperti ini cukup
awet dan membuat umbi tetap segar seperti aslinya.
9.4. Pengemasan dan Pengangkutan
Pengemasan
umbi ketela pohon bertujuan untuk melindungi umbi dari kerusakan selama
dalam pengangkutan. Untuk pasaran antar kota/ dalam negeri dikemas dan
dimasukkan dalam karung-karung goni atau keranjang terbuat dari bambu
agar tetap segar. Khusus untuk pemasaran antar pulau maupun diekspor,
biasanya umbi ketela pohon ini dikemas dalam bentuk gaplek atau
dijadikan tepung tapioka. Kemasan selanjutnya dapat disimpan dalam
karton ataupun plastik-plastik dalam perbagai ukuran, sesuai permintaan
produsen.
Setelah
dikemas umbi ketela pohon dalam bentuk segar maupun dalam bentuk gaplek
ataupun tapioka diangkut dengan alat trasportasi baik tradisional
maupun modern ke pihak konsumen, baik dalam maupun luar negeri.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan
analisis budidaya singkong seluas 1 hektar pola monokultur dalam satu
musim tanam (8 bulan), dengan jarak tanam 100 X 100 cm (populasi + 9.998
tanaman) untuk daerah Jawa Barat pada tahun 1999 adalah:
1)
|
Biaya produksi
|
|
||
|
1.
|
Sewa lahan per musim (lahan kering)
|
Rp. 500.000,-
|
|
|
2.
|
Bibit + 11.000 stek @ Rp 30,-
|
Rp. 330.000,-
|
|
|
3.
|
Pupuk
– Urea: 200 kg @ Rp 1.000,- – TSP: 100 kg @ Rp 1.800,- – KCl: 200 kg @ Rp 1.650,- |
Rp. 200.000,- Rp. 180.000,- Rp. 330.000,- |
|
|
4.
|
Pestisida: 2 kg (liter) @ Rp 50.000,-
|
Rp. 100.000,-
|
|
|
5.
|
Pajak dan peralatan
|
Rp. 300.000,-
|
|
|
6.
|
Tenaga kerja
– Pengolahan lahan 70 HKP @ Rp 10.000,- – Penanaman 5 HKP + 10 HKW – Pemupukan 10 HKP +25 HKW – Penyiangan dan pembubunan 20 HKP + 20 HKW |
Rp. 700.000,- Rp. 125.000,- Rp. 287.500,- Rp. 350.000,- |
|
|
7.
|
Panen dan pasca panen Rp. 250.000,-
|
|
|
|
|
Jumlah biaya produksi
|
Rp. 3.652.500,-
|
|
|
|
|
|
|
2)
|
Pendapatan 30.000 kg @ Rp 125,-
|
Rp. 4.500.000,-
|
||
3)
|
Keuntungan
|
Rp. 847.500,-
|
||
4)
|
Parameter kelayakan usaha
1. Rasio Out/Input |
=1,232
|
||
Catatan : HKP (Hari Kerja Pria); HKW (Hari Kerja Wanita)
10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Di pasar Indonesia, produksi Ketela pohon rata-rata mencapai 8,24 ton/ha (data tahun 1969-1978). Tahun 1983-1991 rata-rata mencapai 11,43 ton/ha.
Peningkatan
produksi umbi ketela pohon kurun waktu 1988-1992 terjadi karena adanya
peningkatan rata-rata hasil per hektar. Walaupun demikian, rata-rata
produktivitas usaha tani ketela pohon ditingkat petani (3 ton/ha) masih
lebih rendah dibandingkan dengan potensi hasilnya (6-10 ton/ha). Luas
panen komoditas ketela pohon yang cenderung terus menurun selama kurun
waktu tersebut ternyata tidak berpengaruh terhadap produksi total.
Sementara itu, sekitar 58% dari total luas panen per tahun masih
tersebar di Pulau Jawa.
Dari
segi ekspor, selama periode 1990-1994 ekspor ketela pohon Indonesia
mengalami peningkatan yang cukup besar. Bila pada tahun 1990, ekspor
ketela pohon adalah sebanyak 100 ton, maka pada tahun 1994 jumlah
tersebut sudah menjadi 500 ton. Permintaan ketela pohon dalam bentuk
tapioka maupun gaplek pada tahun-tahun yang akan datang diperkirakan
akan terus meningkat. Hal ini merupakan peluang besar bagi Indonesia
untuk usaha agribisnis ketela pohon.
11. STANDAR PRODUKSI
11.1. Ruang Lingkup
Standar
produksi ini meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan
contoh, cara uji, syarat penandaan, cara pengemasan dan rekomendasi
untuk tapioka.
11.2. Diskripsi
Standar mutu ketela pohon (tepung tapioka) di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-345-1994.
11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu
Syarat mutu terdiri dari dua bagian :
Syarat mutu terdiri dari dua bagian :
1. Syarat organoleptik
· Sehat (sound).
· Tidak berbau apek atau masam.
· Murni.
· Tidak kelihatan ampas dan/atau bahan asing.
2. Syarat Teknis
· Kadar air maksimum (%): mutu I=15; mutu II=15; mutu III=15.
· Kadar abu maksimum (%): mutu I=0,60; mutu II=0,60; mutu III=0,60.
· Serat dan benda asing maksimum (%): mutu I=0,60; mutu II=0,60; mutu III=0,60.
· Derajat putih minimum (BaSO4=100%) (%): mutu I=94,5; mutu II=92,0; mutu III=92.
· Kekentalan (Engler): mutu I=3-4; mutu II=2,5-3; mutu III<2,5.
· Derajat asam maksimum (Ml IN Na): mutu I=3; mutu II=3; mutu III=3.
· Cemaran logam: ** OH/100 gram
- Timbal (Pb) (mg/kg): mutu I=1,0; mutu II=1,0; mutu III=1,0.
- Tembaga (Cu) (mg/kg): mutu I=10,0; mutu II=10,0; mutu III=10,0.
- Seng (Zn) (mg/kg): mutu I=40; mutu II=40; mutu III=40.
- Raksa (Hg) (mg/kg): mutu I=0,05; mutu II=0,05; mutu III=0,05.
· Arsen (AS) ** (mg/kg): mutu I=0,5; mutu II=0,5; mutu III=0,5.
· Cemara Mikroba:**
- Angka lempeng total maksimum (koloni/gram): mutu I=1,0 x100; mutu I=1,0×100; mutu III=1,0×100.
- E. Coli maksimum(koloni/gram): mutu I=10; mutu II=10; mutu III=10.
- Kapang maksimum (koloni/gram): mutu I=1,0×104 ; mutu II=1,0×104; mutu III=1,0×104.
Keterangan:
** Dipersyaratkan bila dipergunakan sebagai bahan makanan.
** Dipersyaratkan bila dipergunakan sebagai bahan makanan.
a. Kadar air ialah jumlah kandungan air yang terdapat dalam ketela pohon dinyatakan dalam persen dari berat bahan.
b. Kadar
abu ialah banyaknya abu yang tersisa apabila tapioka dipijar pada suhu
500 derajat C yang dinyatakan dalam persen berat bahan.
c. Serat, ialah bagian dari tapioka dalam bentuk cellulosa dan dinyatakan dalam persen berat bahan.
d. Benda
asing ialah semua benda lain (pasir, kayu, kerikil, logam-logam kecil)
yang tercampur pada ketela pohon, dinyatakan dalam persen dari berat
bahan.
e. Derajat
putih, ialah tingkat atau derajat keputihan dari pada ketela pohon yang
dibandingkan dengan derajat putih BaSO4 = 100 % dinyatakan dalam angka.
f. Kekentalan ialah derajat kekentalanm dari pada larutan ketela pohon dinyatakan dengan derajat Elger.
g. Derajat asam ialah derajat asam pada ketela pohon yang dinyatakan dalam mililiter per gram.
Untuk
mendapatkan mutu singkong yang sesuai dengan standar maka harus
dilakukan pengujian mutu singkong yang diantaranya adalah :
a. Kadar
air: timbang dengan teliti kira-kira 5 gram contoh, tempatkan dalam
cawan porselen/silika/platina panaskan dalam oven dengan suhu 105 ± 1
derajat C selama 5 jam. Dinginkan dalam eksikator sampai tercapai suhu
kamar, lalu timbang. Panaskan lagi 30 menit lalu dinginkan dalam
eksikator. Ulangi pengerjaan tersebut 3-4 kali sampai diperoleh berat
antara 2 penimbangan berturut-turut lebih kecil dari 0,001 gram.
b. Kadar
abu: timbang 5 gram contoh kedalam cawan porselen,/silika/platina yang
sudah ditimbang beratnya. Pijarkan cawan berisi contoh diatas pembakar
mecer kira-kira 1 jam, mula-mula api kecil lalu api dibesarkan sampai
terjadi perubahan contoh menjadi arang. Sempurnakan pemijaran arang
didalam tanur pada suhu 580-620 derajat C sampai menjadi abu. Pindahkan
cawan dalam tanur kedalam oven pada pada suhu sekitar 100 derajat C,
selama 1 jam. Dinginkan cawan berisi abu dalam eksikator sampai tercapai
suhu kamar antara 15-30 derajat C, lalu timbang. Ulangi pengerjaan
pemijaran dan pendinginan, sehingga diperoleh perbedaan berat antara dua
pertimbangan berturut-turut lebih kecil daripada 0,001 gram.
c. Kadar
serat dan benda asing: timbang kira-kira 2,5 gram contoh yang telah
dikeringkalalu dituangkan kedalam labu dengan ditambah asam sulfat encer
1,25% yang telah dididih sebanyak 200 ml, pasangkan segera labu dengan
pendingin balik yang dialiri air. Panaskan abu hingga mendidih selama 30
menit, pada saat mendidih sesekali labu digoyangkan agar semua contoh
terasam dan tidak terjadi gosong pada dinding dalam labu. Tanggalkan
labu, lalu saring dengan kain halus 18 serat/cm yang dipasang pada
corong penyaring. Cuci residu dengan air mendidih sampai filtrat
bersifat netral dan 200 ml larutan natrium hidroksida lalu pindahkan
residu di atas kain kedalam labu. Didihkan kembali labu selama 30 menit,
lalu tanggalkan labu dan segera saring dengan kain saring kemudian cuci
residu dengan air mendidih sampai filtrat bersifat netral. Pindahkan
residu kedalam cawan Gooch yang telah dilapisi serat asbes dibantu pompa
air, cuci residu dengan air panas dan dibilas dengan 15 ml etil alkohol
95 %. Keringkan cawan dan isinya pada suhu 104-106 derajat C dalam
oven, kemudian dinginkan hingga tercapai suhu kamar, lalu ditimbang.
Ulangi pengeringan dan penurunan suhu dalam eksikator 2-3 kali
masing-masing 30 menit hingga mencapai bobot tetap. Pijarkan cawan gooch
dan isinya pada suhu 580–620 derajat C sampai menjadi abu lalu
tempatkan dalam oven (suhu ± 100 derajat C) selama 30 menit, dinginkan
dalam eksikator sampai suhu kamar, lalu timbang. Ulangi pengeringan dan
penurunan suhu dalam eksikator 2-3 kali, masing masing 30 menit hingga
diperoleh bobot tetap (W2).
d. Derajat
Putih: tuangkan BaSO4 murni kedalam cuvet dan tentukan reflaktan pada
skala 100, lalu tuangkan contoh kedalam cuvet lainnya.
e. Derajat
kekentalan Engler: timbang 10 gram bahan, tuangkan edalam gelas piala
(500 ml) lalu tambahkan 100 ml etanol 70 % yang sudah dinetralkan dengan
indikator phenol ptalein, lalu kocok selama 1 jam pada alat penggosok
mekanik natrium hidroksida 0,1 N. Saring dengan cepat melalui kertas
saring kering, pipet 50 ml saring, tuangkan kedalam erlenmeyer 500 ml
dan titar saringan dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N dengan
indikator phenol ptalein.
f. Cemaran
logam: masukan contoh kedalam erlenmeyer 250 ml, 10 ml H2SO4, 0,5 gram
KMn04 dan direfluks hingga mendidih serta warna violet hilang. Tamabah
0,2 gram KMn04 dan pemanas diteruskan hingga KMn04 1,5 gram. Didihkan
kembali selama 5 menit, dinginkan dan tambahkan Hydroxylamine
Hydrochoride samapi warna hilang, setelah itu tambahkan 1 ml
Hydroxylamine hydrochoride dan 2 ml asam asetan, pindahkan larutan
kedalam labu pemisah tambahkan 10 ml larutan Dhitizone, kocok selama 2
menit. Pindahkan lapisan chloroform ke dalam corong pemisah yang
mengandung 25 ml NH40H kemudian kocok, cuci dengan 10 ml H2S04 IN dan
buat larutan baku (larutkan 0,9155 grm Pb Ac2 3H20 dalam air, tambahkan 5
ml HNO3 encerkan 500 ml dengan air), dari larutan ini diambil 1 ml
diencerkan menjadi 100 ml.
Sedangkan
cara uji tembaga dan seng, raksa, arsen, angka lempeng total, bakteri
coliform dan eschericia coli sesuai dengan SNI 01–3451–1994, tapioka.
11.4. Pengambilan Contoh
Contoh
diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan
maksimum maksimum 30 karung. Pengambilan contoh dilakukan beberapa
kali, sampai mencapai berat 500 gram. Contoh kemudian disegel dan diberi
label. Petugas pengambil contoh harus orang yang telah berpengalaman
atau dilatih lebih dahulu.
11.5 Pengemasan
Tapioka
dikemas dengan karung goni baru jenis ATWILL/Blacu yang baik, bersih,
cukup memenuhi syarat eksport, mulutnya dijahit dengan kuat. Isi paling
banyak untuk karung blacu 50 kg bersih, atau karung goni maksimum 100
kg/bersih. Dibagian luar kemasan ditulis dengan bahan yang tidak mudah
luntur, jelas terbaca, antara lain:
1. Produksi Indonesia.
2. Nama barang atau jenis barang.
3. Nama perusahaan atau ekspiotir.
4. Berat bersih.
5. Berat kotor.
6. Negara/tempat tujuan.
12. DAFTAR PUSTAKA
1. Badan
Agribisnis Departemen Pertanian. 1999. Investasi Agribisnis Komoditas
Unggulan Tanaman Pangan dan Hortikultura. Kanisius. Yogyakarta.
2. Danarti dan Sri Najiyati. 1998. Palawija, Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Penerbit Swadaya, Jakarta.
3. Rahmat Rukmana, H. Ir. 1997. Ubi Kayu, Budidaya dan Pasca Panen. Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI), Yogyakarta.
Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENASWarintek Bantul